Partai Nasional Demokrat (NasDem) menggelar acara silaturahmi nasional (Silatnas) di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (2/6/2022) kemarin. Acara ini sekaligus dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Juni setiap tahunnya. Dalam acara itu, hadir pula sejumlah tokoh nasional seperti Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), Menteri BUMN Erick Thohir, Menparekraf Sandiaga Uno dan Menkominfo Johny G Plate.
Sebelumnya, pada Rabu (1/6/2022), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Nasdem juga mengadakan pertemuan di tempat yang sama. Manuver NasDem ini menuai beragam spekulasi bagi publik. Pengamat Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai langkah Partai besutan Surya Paloh ini adalah untuk menciptakan coat tail effect bagi NasDem. Merujuk Wikipedia, coat tail effect atau efek ekor jas merupakan istilah umum yang bermuara kepada hasil yang diraih oleh suatu pihak dengan cara melibatkan tokoh penting atau tersohor, baik langsung maupun tidak langsung, melalui suatu perhelatan.
Dalam psikologi politik, efek ekor jas dapat dimaknai sebagai pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai pada pemilihan umum (Pemilu). Sederhananya, partai politik akan mendapatkan limpahan suara dalam pemilihan umum anggota legislatif bila mencalonkan tokoh atau figur yang populer serta memiliki elektabilitas yang tinggi. Menurut dia, efek ekor jas ini begitu diincar NasDem agar dapat memenuhi Parlementary Treshold atau ambang batas parlemen.
Threshold merupakan persyaratan minimal dukungan yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan perwakilan yang biasanya dilihat dari presentase perolehan suara di pemilu. Dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2017, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 4 persen dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR. Sedangkan, kata Herry, posisi NasDem saat ini menurut beberapa survei masih berada di bawah angka tersebut.
“Jadi dia perlu meningkatkan efek itu dalam konteks ini. Termasuk ketika dia melempar berbagai macam isu kepada Prabowo ataupun Erick Thohir. Jadi di mana efek itu lah di situlah parpol itu akan diuntungkan,” ujarnya. Lebih lanjut Herry mengungkapkan pertemuan ‘Gondangdia’ dengan Menteri Pertahanan ini juga sebagai sinyal dan peluang koalisi antara Gerindra dengan NasDem. Dia pun menilai pertemuan tersebut tidak ada masalah yang perlu diperdebatkan.
Sebab, kata dia, baik Surya Paloh maupun Prabowo Subianto sama sama berasal dari satu ‘rahim’, yakni Partai Golkar. Herry menambahkan, keduanya saat ini tengah kembali membangun komunikasi politik. “Jadi parpolnya pernah di karakter yang sama. Saya kira komunikasi politik antara keduanya tidak masalah untuk membangun koalisi ke depan,” tuturnya.
Surya Paloh Sanjung Erick Thohir, Sebut Sosoknya ‘The Rising Star’ Tidak berhenti pada pertemuan dengan Prabowo Subianto, Surya Paloh pun kembali menarik perhatian publik dengan menyebu Menteri BUMN Erick Thohir sebagai ‘The Rising Star’. Ungkapan itu disampaikannya dalam acara silaturahmi nasional (Silatnas) di Nasdem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (2/6/2022).
“Bung Erik Thohir, tokoh muda kita, rising star, yang kita harapkan bisa memperkokoh nilai nilai Pancasila ke depan, bergelut dalam perjuangan kedepan bersama dengan saudara saudara,” kata Surya Paloh. Serupa, Herry Mendrofa menilai pernyataan itu juga dilakukan untuk memicu efek ekor jas untuk mendompleng popularitas NasDem. “Nah ini kuncinya, kenapa Nasdem itu melempar berbagai macam narasi yang positif sebenarnya, Dia mengusung Anies itu positif sebenarnya, dia mengusung Erick Thohir, dia mengusung Prabowo itu positif,” kata Herry.
Selain untuk menarik coat tail effect, itu juga dianggap sebagai upaya NasDem melakukan ‘cek ombak’ guna melihat sejauh mana kans partai yang didominasi warna biru tua dan kuning ini. Sebab saat ini, sambung Herry, terdapat sejunlah partai besar yang bisa membuat poros sendiri, di antaranya PDI Perjuangan, Gerindra hingga Golkar. Ketiga parpol tersebut dinilai punya masing masing figur yang dijagokan untuk maju menjadi Capres 2024.
Khusus untuk Golkar, saat ini telah membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN. “Jadi hanya 3 parpol ini yang menurut saya peluangnya cukup besar menciptakan poros sendiri, kecuali nanti dinamika politik 2024 kan begitu cair,” ucap Herry. “Jadi bisa melebur, bisa bertukar pasangan, bertukar koalisi ya nothing impossible ya dalam politik ini,” lanjut dia.